JAKARTA, fornews.co – Rencana pengembangan lapangan pertama lapangan Geng North wilayah kerja North Ganal, dan lapangan Gehem wilayah kerja Ganal dan wilayah kerja Rapak (North Hub Development Project Selat Makassar), disetujui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM).
Menurut Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi D Suryodipuro, sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) Hulu Migas, maka persetujuan POD Lapangan Pertama Geng North WK North Ganal dan Lapangan Gehem WK Ganal dan WK Rapak menjadi kado terbaik pada perayaan HUT ke-79 Republik Indonesia.
“Ini menjadi milestone penting bagi industri hulu migas dalam memantapkan perannya sebagai kontributor utama dalam mendukung pencapaian ketahanan energi untuk mencapai Indonesia Maju di tahun 2045,” ujar dia, di Jakarta (23/8/2024).
Hudi mengatakan, pemberian persetujuan POD pada proyek PSN Hulu Migas tersebut terhitung cepat, karena sejak penemuan giant discovery Geng North di Oktober 2023, maka dalam waktu 10 bulan POD-nya sudah disetujui.
“Ini salah satu upaya untuk meningkatkan produksi migas dan implementasi salah satu strategi yaitu mengkonversi sumber daya (resource) ke produksi”, kata dia.
Hudi melanjutkan, dengan persetujuan POD ini, maka akan ada investasi raksasa yang masuk ke Indonesia dengan perkiraan biaya investasi (di luar sunk cost) sebesar US$ 11.847 juta dan biaya operasi (termasuk biaya ASR, PPN dan PBB) sebesar US$ 5.643 juta atau total keseluruhan investasi sebesar US$ 17.490 juta atau sekitar Rp 280 triliun (kurs US$ = Rp 16.000).
“Adapun untuk total sunk cost WK North Ganal dan WK Rapak ditetapkan sebesar US$ 859 juta. Investasi Rp280 triliun tentu sangat besar karena 2,5 kali lebih besar daripada investasi kereta cepat Jakarta Bandung yang sekitar Rp 112 triliun,” kata dia.
Kemudian, ungkap Hudi, potensi pendapatan secara keseluruhan (gross revenue) diperkirakan akan mencapai sekitar US$ 39.457 juta atau setara dengan Rp631 triliun.
Dari pendapatan tersebut, sambung dia, alokasi bagian pemerintah sebesar US$ 12.993 juta atau setara dengan Rp208 triliun atau sekitar 31,5% dari gross revenue. Bagian kontraktor adalah US$ 8.128 juta atau sekitar 19,7% dari gross revenue, dan cost recovery sebesar US$ 18.336 juta atau sekitar 44,4%. Sesuai persetujuan dalam POD tersebut, minimal nantinya penerimaan negara sekitar Rp208 triliun.
“SKK Migas akan melakukan pengawasan dan kontrol semaksimal mungkin agar cost recovery bisa lebih diefisienkan, agar penerimaan negara dapat didorong lebih besar lagi. Ini tentu akan mendukung program pembangunan dan mendukung upaya peningkatan kesejahtaraan rakyat,” ungkap dia
Terhadap dukungan bagi pemenuhan kebutuhan energi untuk domestik, jelas Hudi, asumsi-asumsi yang digunakan dalam menghitung keekonomian POD itu telah memperhatikan kemanfaatannya bagi dalam negeri, seperti harga gas pipa ditetapkan sebesar US$ 6/MMBTU.
SKK Migas berharap, pemerintah dapat mendorong tumbuhnya industri dalam negeri yang membutuhkan gas khususnya di kawasan Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, sehingga potensi yang ada bisa dimanfaatkan.
“Sehingga nilai tambah yang diperoleh negara akan semakin besar. Pasokan gas di wilayah ini nantinya akan sangat besar dan dapat memenuhi kebutuhan industri pengguna gas,” jelas dia.
Berikutnya, terang Hudi, dengan telah disetujuinya POD ini, berpotensi memberi multiplier effect yang luas, seperti industri dalam negeri, mengingat tingkat TKDN industri hulu migas yang tinggi rata-rata sekitar 58%.
“Kami berharap industri dalam negeri dapat menyiapkan diri dengan meningkatkan kapasitas produksinya, sehingga saat proyek ini sudah berjalan maka pabrikan dalam negeri dapat memasok barang/jasa secara optimal,” terang dia.
Persetujuan POD ini, urai Hudi, baru langkah awal yang sampai berproduksi prosesnya masih panjang, termasuk penyelesaian mengenai perizinan, AMDAL, pembebasan lahan, dukungan aspek sosial dan lainnya. makanya, pihaknya mengharapkan dukungan penuh dari para pemangku kepentingan terkait. (aha)