JAKARTA, fornews.co – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut, jumlah telepon seluler (ponsel) aktif di Indonesia saat ini mencapai 354 juta ponsel atau melebihi jumlah penduduk yang mencapai 280 juta.
“Artinya, satu orang bisa memiliki ponsel lebih dari satu. Dengan jumlah pengguna internet yang sudah mencapai 185 juta, juga jumlah yang sangat besar sekali. Potensinya besar sekali,” ujar dia, usai menghadiri Festival Ekonomi Keuangan Digital (FEKDI) dan Karya Kreatif Indonesia (KKI) di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Kamis (1/8/2024).
Terkait hal itu, ungkap Jokowi, bahwa potensi dan peluang ekonomi digital Indonesia ke depan akan tumbuh empat kali lipat di tahun 2030, yang mencapai USD210-360 billion atau kalau dirupiahkan bisa di angka Rp5.800 triliun. Pembayaran digital akan tumbuh 2,5 kali lipat di tahun 2030 mencapai USD760 billion atau setara Rp12.300 triliun.
“Pertumbuhan itu bisa dicapai karena Indonesia didukung puncak bonus demografi di tahun 2030, yaitu 68 persen berusia produktif, termasuk di dalamnya Gen Y, Gen Z, Gen A,” ungkap dia.
Jokowi menjelaskan, transformasi digital khususnya di bidang ekonomi dan bidang keuangan menjadi sangat penting. Karena, potensi besar ini semakin didorong pesatnya perkembangan teknologi, termasuk penerapan Artificial Intelligence (AI) dalam berbagai sektor, mulai dari administrasi, jasa, hingga hiburan/entertainment.
“Dengan jumlah UMKM sebanyak 64 juta, maka peluang besar bagi UMKM Indonesia untuk beradaptasi dengan transformasi digital ini. Digitalisasi UMKM ini akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi digital dan pembayaran digital kita,” jelas dia.
Bila transformasi digital pada UMKM harus inklusif dan berkeadilan, terang Jokowi, maka masyarakat di pinggiran, masyarakat ekonomi lapisan bawah, ekonomi mikro, serta UMKM bisa mendapat akses, kesempatan, dan perlindungan yang sama.
Atas dasar itu, maka Presiden menginstruksikan OJK dan BI untuk meningkatkan perlindungan masyarakat di sektor ekonomi digital. Karena, literasi keuangan kita masih rendah atau kurang lebih 50 persen masyarakat masih rentan mengalami risiko penipuan dan kejahatan digital.
“Oleh sebab itu, siapkan sistem perlindungan konsumen. Pastikan keamanan data konsumen. Jangan sampai rakyat kecil malah menjadi pihak yang dirugikan,” tandas dia. (aha)