JOGJA, fornews.co – Di Indonesia, anak-anak masih mengalami kekerasan seksual terutama perempuan. Kasus seperti ini masih diianggap hal biasa.
Yayasan Rumah Impian Indonesia (YRII) menyebut sepanjang tahun 2023 tercatat sebanyak 21 kasus kekerasan berbasis online di DIY.
Baca: Bahaya! Bullying Akibatkan Bunuh Diri
Kekerasan berbasis online dimana korban paling banyak mengalami kekerasan dalam bentuk kekerasan seksual.
“Mayoritas kasus kekerasan dialami oleh anak perempuan rentang usia 11-17 tahun,” ungkap Yosua Lapudooh selaku Ketua Yayasan Rumah Impian Indonesia.
Hal ini, kata Yosua, menunjukkan bahwa kekerasan tidak hanya terjadi secara langsung, namun, juga dapat berawal dari sarana online yang diakses oleh masyarakat.
Workshop parenting ketiga yang digelar oleh Yayasan Rumah Impian Indonesia dihadiri Kepala Dinas Sosial Daerah Istimewa Jogjakarta, Endang Patmintarsih , S.H., M.Si diwakilkan Subakir S.Sos.
Parenting bertajuk “Perlindungan Anak dari Kekerasan Seksual” digelar pada Sabtu, 20 Juli 2024 di aula gedung BPRSR Sleman, DIY Workshop melibatkan para orangtua dari Jogoyudan, Tukangan, Sidomulyo, Tlukan, Wonocatur dan Kalasan.
Para orang tua diajak menggali, mengenali dan memberikan pemahaman terkait perilaku kekerasan seksual pada anak.
Selain itu, para orangtua juga dilatih agar mampu mengenali anak sebagai korban kekerasan seksual.
Baca: Awas! Pola Pengasuhan Menentukan Kualitas Anak
“Jadi, ketika anak ingin bercerita kepada ibunya jangan malah ditolak. Dengarkan permasalahan apa yang sedang dihadapi si anak,” kata Nurmawati, SE dari Rifka Annisa Women’s Crisis Centre.
Rifka Annisa merupakan organisasi non pemerintah yang berkonsentrasi terhadap penghapusan kekerasan pada perempuan yang berbasis di Jogja.
Selaku narasumber, Nurmawati, tidak menampik masih banyak kasus kekerasan tidak diselesaikan tuntas.
Berbagai kasus kekerasan seksual melulu bagaikan asap. Artinya, kasus kekerasan seksual tidak pernah diselesaikan secara serius.
“Perempuan rentan mengalami kekerasan fisik, psikis, ekonomi, sosial, maupun seksual seperti pelecehan dan perkosaan,” ungkapnya.
Baca: Begini Bentuk dan Dampak Akibat Bullying
Berbagai kasus kekerasan terhadap anak di DIY tidak lepas dari kekerasan seksual.
Belakangan, kata Yosua, persoalan terkait perlindungan anak semakin meningkat.
Berdasarkan catatan dari Dinas P3AP2 DIY, pada tahun 2023 kasus kekerasan pada anak meningkat hingga 414 kasus.
Kasus bullying di sekolah, misalnya. Pada bulan Januari hingga Agustus 2023 terdapat 2.355 kasus pelanggaran terhadap perlindungan anak.
Dari sekian laporan yang masuk tersebut, 837 kasus di antaranya terjadi di lingkup satuan pendidikan.
Yosua menyebut berdasarkan data Dinas P3AP2 DIY selama 2023, kekerasan seksual terhadap anak di DIY mencapai 167 kasus.
Dari jumlah tersebut, kata Yosua, 13 kasus di antaranya perkosaan, 56 kasus pencabulan dan 96 kasus pelecehan seksual.
Bahkan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan sepanjang 2023 terdapat 3.800-an kasus perundungan di Indonesia.
Kasus tersebut hampir separuh terjadi di lembaga pendidikan termasuk pondok pesantren.
Baca: Yayasan Rumah Impian Indonesia bersama IPSPI DIY Sosialisasikan Hak dan Perlindungan Anak
Sementara hingga Mei 2024, terdapat 23 kasus kekerasan seksual yang tercatat di DP3AP2 DIY.
Manfaat dari workshop tersebut para orangtua mendapatkan pemahaman tentang kekerasan seksual pada anak dan mengenali bentuk-bentuk kekerasan seksual.
Meski parenting workshop yang digelar adalah forum orangtua, namun, hanya dihadiri oleh para ibu.
Sammy berharap ibu-ibu yang hadir dapat menjadi penyambung lidah bagi keluarga lain yang tidak hadir dalam pertemuan tersebut.
“Kenyataannya setiap kali orangtua diundang yang datang kebanyakan ibu-ibu,” tandas Sammy. (adam)