JAKARTA, fornews.co – Koalisi pemeriksa fakta terbesar di Indonesia, CekFakta.com kecewa atas kebijakan Meta baru-baru ini yang mengakhiri Program Pemeriksa Fakta Pihak Ketiga yang dimulai di Amerika Serikat.
Koordinator Koalisi CekFakta.com, Adi Marsiela menyatakan, pihaknya menyesalkan pernyataan CEO Meta yang mengaitkan pengecekan fakta dengan bias politik dan penyensoran.
Seperti diketahui, bahwa koalisi CekFakta.com ini telah aktif terlibat dalam kegiatan pengecekan fakta di Asia Tenggara sejak tahun 2018.
Adi mengatakan, bahwa pemeriksa fakta memiliki standar tertinggi dalam hal pelaporan yang tidak bias, transparansi, integritas, dan akuntabilitas.
“Kami dipantau oleh publik dan secara teratur dinilai oleh badan independen seperti International Fact Checking Network,” kata dia, lewat rilis resmi, Jumat (10/1/2025).
Sebagai salah satu platform media sosial terbesar di dunia, ungkap Adi, Facebook dan Instagram memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyebaran misinformasi, termasuk di Indonesia.
Per Desember 2024, pengguna Facebook di Indonesia mencapai setidaknya 174 juta, atau sekitar 63% dari total populasi Indonesia yang mencapai 275 juta jiwa. Selain itu, pengguna Instagram di Indonesia mencapai 90,1 juta.
“Angka-angka ini menunjukkan tanggung jawab besar yang dipegang Meta dalam memastikan platformnya tidak digunakan untuk menyebarkan informasi yang salah atau menyesatkan,” ungkap dia.
Adi menceritakan, bahwa sejak tahun 2018, program cek fakta yang dikoordinasikan oleh Koalisi CekFakta.com, bekerja sama dengan platform digital, telah menjadi langkah penting dalam memerangi misinformasi di Indonesia.
Program ini, sambung dia, melibatkan setidaknya 100 organisasi media, jurnalis, dan pemeriksa fakta independen yang berkomitmen untuk menjaga integritas informasi publik. Kehadiran program ini tidak hanya membantu mengurangi penyebaran hoaks, tetapi juga meningkatkan literasi digital di masyarakat.
“Keputusan Meta untuk menghentikan program pemeriksaan fakta dengan pihak ketiga di Amerika Serikat menimbulkan kekhawatiran akan potensi dampaknya terhadap komitmen Meta di negara lain, termasuk Indonesia,” ungkap dia.
Adi menilai, kebijakan ini dapat melemahkan upaya memerangi penyebaran informasi palsu di platform Meta, terutama di negara-negara dengan tingkat literasi digital yang rendah. Kebijakan ini juga dapat memicu penyebaran hoaks dan propaganda secara masif, mengingat jangkauan pengguna yang sangat luas di Indonesia.
Koalisi CekFakta.com percaya bahwa penghentian ini dan penggantinya dengan Community Notes dan program moderasi konten lainnya yang berbasis algoritma, bukanlah solusi yang efektif dibandingkan dengan pengecekan fakta oleh media independen.
“Oleh karena itu, kami mendesak Meta untuk mengklarifikasi dampak dari perubahan kebijakan ini terhadap program pengecekan fakta di negara lain.Membatalkan keputusan ini dan menggandakan dukungan terhadap program-program pemeriksaan fakta di seluruh dunia,” tegas dia.
Kemudian, terang Adi, pihaknya juga mendesak Meta untuk terlibat lebih sering dan secara substansial dengan para pemangku kepentingan penting dalam memerangi mis/disinformasi.
“Kami percaya bahwa langkah proaktif Meta dalam mendukung program pemeriksaan fakta selama ini merupakan wujud nyata dari tanggung jawab sosial perusahaan terhadap para penggunanya di seluruh dunia,” terang dia.
“Kami berharap Meta dapat mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan terus menunjukkan komitmennya dalam menjaga integritas informasi di platformnya, terutama di negara-negara dengan basis pengguna yang besar seperti Indonesia,” tandas dia. (aha)