JOGJA, fornews.co — Generasi Z yang tumbuh bersama teknologi telah melupakan karya-karya sastra dan nilai-nilai budaya. Mereka terpikat hiburan instan di media sosial.
Hasil penelitian dari sejumlah lembaga pendidikan menunjukkan rendahnya minat baca sastra di kalangan kaum muda.
Penulis dan dosen Roby Irzal Maulana dalam tulisannya di Jendela Satra berjudul “Punahnya Karya Sastra di Indonesia akibat Ketidakpedulian Generasi Z” menyebut dunia Sastra Indonesia kini berada di ambang kepunahan.
Ada anggapan dari Generasi Z bahwa membaca buku fisik atau novel sastra merupakan sesuatu yang kuno dan membosankan.
Kata Roby, ketidakpedulian yang berlanjut dimungkinkan menyebabkan Sastra Indonesia terpinggirkan dan mati.
“Generasi yang lahir di era digital ini tampaknya lebih terpikat oleh konten-konten instan dan visual, sementara karya-karya sastra yang sarat dengan makna dan nilai-nilai budaya seolah terlupakan,” ungkapnya.
Menurut Roby, Sastra Indonesia selama ini menjadi cerminan dan sejarah yang terkandung dalam karya sastra.
Padahal, kata Roby, sastra tidak hanya sebagai hiburan, namun, sekaligus menjadi sarana belajar tentang kehidupan, moral dan kritik sosial.
Banyak buku yang saat ini tidak manjadi bacaan wajib di kalangan pelajar. Sebut novel-novel klasik karya sastrawan besar Indonesia seperti Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana, Sitti Nurbaya karya Marah Rusli atau puisi-puisi karya Chairil Anwar dan cerita anak karya A.Adjib Hamzah.
Generasi Z lebih menyukai hiburan instan di TikTok, YouTube atau platform media sosial lainnya yang tidak membutuhkan konsentrasi. Bahkan, buku-buku karya sastra kontemporer semakin jarang diminati.
“Karya sastra yang membutuhkan waktu, imajinasi dan kesabaran untuk dipahami semakin terpinggirkan,” kata dia.
Kata Roby, pergeseran selera di kalangan Genarasi Z saat ini dipengaruhi oleh konten digital meski tidak sedikit pula yang tulisan karya kaum muda di platform seperti Wattpad.
Meski tetap memicu minat menulis tetapi kebanyakan dari mereka lebih menyukai cerita-cerita ringan, romantis dan tren.
Platform media sosial telah menggantikan buku sebagai sumber hiburan utama. Video, gambar dan meme, justru dianggap lebih menarik ketimbang karya-karya sastra klasik yang memiliki kedalam nilai-nilai moral yang relevan dengan kehidupan saat ini.
Kehilangan apresiasi terhadap karya sastra sama halnya telah kehilangan jadi diri terhadap budaya bangsa yang selama ini dibangun melalui tulisan-tulisan oleh sastrawan besar.
“Sastra bukan hanya tentang cerita masa lalu, tetapi juga jembatan yang menghubungkan kita dengan nilai-nilai, sejarah, dan identitas bangsa,” pugkasnya. (adam)