JAKARTA, fornews.co – Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) mencatat, masih 15.649 Wajib Lapor (WL) atau Penyelenggara Negara (PN) yang belum menyampaikan laporan kekayaannya, hingga batas akhir 31 Maret 2022 penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) periodik untuk tahun pelaporan 2021.
Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan, Ipi Maryati Kuding menyampaikan, dari total 384.298 WL secara nasional, KPK telah menerima 368.649 LHKPN atau 95,93 persen.
Rinciannya, sambung Ipi, Bidang Eksekutif tercatat 96,12 persen dari total 305.688 WL yang telah melaporkan. Bidang Yudikatif tercatat 98,06 persen dari total 19.347 WL. Bidang Legislatif yaitu 87,05 persen dari total 20.082 WL. Kemudian unsur BUMN/D tercatat 97,95 persen dari total 39.181 WL.
“KPK juga mencatat, data per 31 Maret 2022, ada 872 dari total 1.439 instansi di Indonesia atau sekitar 60 persen yang telah 100 persen menyampaikan LHKPN. Sebanyak 20 instansi di antaranya tercatat telah melaporkan secara lengkap,” ujar dia, Selasa (5/4/2022).
Ipi melanjutkan pada bidang Eksekutif di tingkat pemerintah pusat, ada 187 pimpinan tertinggi dan wakil pimpinan termasuk pejabat setingkat menteri, wakil menteri dan kepala badan atau lembaga, tercatat telah melaporkan LHKPN.
Kemudian, untuk tingkat pemerintah provinsi, KPK mencatat 64 Gubernur dan Wakil Gubernur sudah melaporkan LHKPN nya. Lalu di tingkat pemerintah kabupaten/kota, KPK mencatat 911 Bupati, Walikota, Wakil Bupati dan Wakil Walikota sudah melaporkan LHKPN.
“KPK secara bertahap melakukan verifikasi atas laporan kekayaan yang disampaikan tersebut. Jika hasil verifikasi dinyatakan tidak lengkap, maka KPK akan menyampaikan pemberitahuannya. Selanjutnya PN tersebut wajib menyampaikan kelengkapannya maksimal 30 hari sejak diterimanya pemberitahuan,” ungkap dia.
Jika hingga batas waktu kelengkapan tidak dipenuhi, tegas Ipi, maka KPK akan mengembalikan laporan tersebut dan PN dianggap tidak menyampaikan LHKPN. Laporan kekayaan yang tidak lengkap akan mempengaruhi tingkat kepatuhan baik pada instansinya maupun secara nasional. KPK tetap menerima LHKPN yang disampaikan setelah batas waktu, namun LHKPN tersebut tercatat dengan status pelaporan “Terlambat Lapor”.
“Kami mengimbau kepada PN baik di Bidang Eksekutif, Yudikatif, Legislatif maupun BUMN/D yang belum menyampaikan laporan kekayaannya, agar tetap memenuhi kewajiban LHKPN. Sebagai salah satu instrumen penting dalam pencegahan korupsi, KPK meminta PN untuk mengisi LHKPN-nya secara jujur, benar, dan lengkap,” tegas dia.
Ipi menjelaskan, bahwa melaporkan harta kekayaan merupakan kewajiban bagi setiap PN, sesuai ketentuan pasal 5 ayat (2) dan (3) Undang-undang No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme.
Undang-Undang mewajibkan PN bersedia untuk diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat. PN juga wajib melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat. (aha)