PALEMBANG, fornews.co – Naskah Akademik dari Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) RTRW Provinsi Sumsel, dipertanyakan para penggiat lingkungan hidup di Sumsel.
Walhi Sumsel, Sumsel Budget Centre (SBC), Sumsel Bersih, Lembaga Advokasi Rakyat (Lembar) dan Impalm, yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil (AMS) Kawal Raperda RTRW Provinsi Sumsel, mendesak agar Raperda RTRW Provinsi Sumsel tahun 2023-2024 menjadi Perda untuk dibahas Pansus IV DPRD Sumsel dibatalkan.
Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sumsel, Yuliusman SH mengatakan, bahwa ada indikasi dalam kajian naskah akademik tersebut tidak mencerminkan kondisi objektif tata ruang kabupaten/kota di Sumsel.
“Keilmuan Tim Penyusun patut dipertanyakan, Naskah Akademik dan draff Raperda RTRW Provinsi Sumsel harus ditolak, sehingga draf Raperda RTRW Provinsi harus dihentikan pembahasannya,” ujar dia kepada media, Selasa (28/3/2023).
Yulius mengungkapkan, penyusunan Raperda RTRW seharusnya dilandasi Naskah Akademik yang memuat situasi dan keadaan objektivitas kabupaten/kota di Sumsel, serta terintegrasi berbagai persoalan.
“Khususnya terkait dengan tumpang tindih lahan dalam kawasan dan juga untuk menjawab persoalan resolusi konflik dan kesejahteraan rakyat, ini lah yang menjadi semangat kebijakan satu peta,” ungkap dia.
Ketua SBC Abdul Haris Alamsyah STP melanjutkan, pihaknya mendukung Walhi Sumsel yang sama menyoroti dan memberikan sikap terkait rencana Ranperda RTRW Provinsi Sumsel tersebut.
“Kami akan terus mengawal Raperda ini, karena menurut kawan kawan ada dugaan untuk memenuhi kepentingan pihak pihak tertentu. Ya harapan kita Pansus IV DPRD Sumsel menolak naskah akademik itu,” kata dia.
Haris menjelaskan, alasan Aliansi Masyarakat Sipil (AMS) mengawal Raperda RTRW Provinsi Sumsel ini, karena terdapat beberapa hal yang krusial seperti perubahan iklim, karhutlah, bencana banjir, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup lainnya.
Ketua Lembar Rustandi Adriansyah, SH menerangkan, Naskah Akademik dari raperda tersebut tidak mencerminkan kondisi tata ruang kabupaten/ kota dan rencana perlindungan, karena dasar pijakan yang menjadi alasan Rapreda RTRW Provinsi Sumsel seperti Indek Pertumbuhan Manusia, kesenjangan pertumbuhan, deforestasi dan bencana, serta transportasi dan komunikasi tidak berdasarkan pada data olahan hasil riset yang komprehensif.
Ya patut dipertanyakan. Terlebih dalam Naskah Akademik sama sekali tidak menjawab dasar persoalan yang diuraikan, struktur penyusun tidak jelas, isinya asal-asalan (naskah akademik yang tidak akademis), dan tata cara penyusunan dari naskah akademik hanya sebatas template tanpa isi sebagaimana diamanatkan,” tegas dia.
“Dari substansi Naskah Akademik yang kosong dalam artian ecek ecek. Kesannya dipaksakan, terburu buru, cacat secara prosedur dan cacat secara substansi, ini kasat mata yang tak perlu analisa lebih jauh. Jadi ada indikasi korupsi,” tandas dia. (aha)