PALEMBANG, fornews.co – Dalam sidang kasus dugaan suap fee proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Muba tahun 2021, nama Sekretaris Daerah (Sekda) Musi Banyuasin (Muba) sering disebut terdakwa Herman Mayori dan Eddi Umari.
Lantas, setelah putusan Majelis Hakim memvonis tiga terdakwa Dodi Reza Alex, Herman Mayori dan Eddi Umari pada Selasa (5/7/2022) kemarin, akan ada lanjutan kisah pada kasus ini?
Menurut salah satu Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Muhammad Albar Hanafi, ada atau tidaknya tersangka terkait nama-nama yang disebut terdakwa dalam sidang, Itu kewenangan penyidik.
“Baik dari hasil persidangan, apakah nanti akan ada pengembangan, ada atau tidak tersangka baru itu kewenangan penyidik,” ujar dia saat dibincangi usai pembacaan Amar Putusan tiga terdakwa, Selasa (5/7/2022) kemarin.
JPU melanjutkan, pihaknya juga masih akan mempelajari putusan dari Majelis Hakim.
“Karena kami belum menyimak secara utuh. Sekali lagi untuk penetapan tersangka (baru) itu kewenangan penyidik,” tegas dia.
Sebelumnya, nama Sekda Muba terakhir kali disebut terdakwa Herman Mayori dan Eddi Umari pada agenda sidang Nota Pembelaan (Pledoi), pada Kamis, 23 Juni 2022 lalu.
Saat membacakan Nota Pembelaan secara online beberapa waktu lalu, terdakwa Herman Mayori menceritakan, selama menjadi Kepala Dinas PUPR Muba, selain kewajibannya atas memenuhi permintaan sepenuhnya Bupati, terdakwa Herman juga memenuhi kebutuhan dan permintaan sebagai bawahan ASN, mengharuskannya memenuhi Sekda Muba.
“Selama saya menjadi kepala dinas Yang Mulia, saya dibebankan hutang piutang yang terjadi pada 2016 sebesar lebih kurang Rp3 miliar yang harus dibayar dan menjadi beban saya dan seluruh PPK sampai terjadi tangkap tangan oleh KPK,” kata dia.
Selanjutnya, jelas Herman Mayori, pada tahun 2021, Sekda Muba juga meminta kepadanya secara langsung memenuhi permintaan pribadi di luar pemerintahan, meminta bantuan untuk urusan keluarga sebesar Rp250 juta, lalu terdakwa memerintahkan PPK Eddy Umari (terdakwa berkas terpisah) untuk memenuhi agar menyelesaikan permintaan tersebut.
“Yang Mulia, selama saya menjabat kepala dinas baik sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kadis PUPR dan defenitif Kadis PUPR, saya selalu ada permintaan-permintaan bertahap oleh Sekda (Muba), yang haruskan saya lakukan penyimpangan,” jelas dia.
Begitu juga terdakwa Eddi Umari mengungkapkan, selama menjalankan tugas sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang dinilainya tidak efektif fokus menjalani tugas ke lapangan mengecek pekerjaan.
“Yang sebenarnya tugas saya, untuk mencari jalan memenuhi permintaan yang berimbas pada mutu pekerjaan yang setiap tahunnya saya pribadi dan kawan-kawan selalu khawatir apabila tim audit BPK mengecek pekerjaan di lapangan dan selalu bermasalah pada Aparat Penegak Hukum,” ujar dia.
Eddi menyampaikan fakta yang sebenarnya perihal pengamanan bersumber dimana letak permasalahan mengapa dia dan Dinas PUPR Muba berurusan dengan Aparat Penegak Hukum, terkait pengamanan dikarenakan permintaan Bupati, dan Pejabat Eselon tertinggi.
Sehingga, pekerjaan tidak tercapai mutu, karena memenuhi permintaan-permintaan yang mengharuskan dia bemasalah kepada Aparat Penegak Hukum, dan terpaksa dia harus menghadapi risiko atas dari permintaan-permintaan yang harus dijalani dan diselesaikan.
“Bagaimana cara saya menolak permintaan pengamanan, karena fakta pekerjaan memang bermasalah, dan saya tidak ada jalan lain selain penuhi agar saya tidak berurusan sama hukum,” kata dia.
Apa yang menjadi catatan selama persidangan, terdakwa Eddi mengakui perbuatannya salah, dengan keadaan terpaksa dan adanya permintaan Bupati Muba adalah benar.
“Namun ada yang saya sudah sampaikan ke dalam fakta persidangan, selain persoalan permintaan media, ada juga perihal yang pernah saya sampaikan dalam memenuhi permintaan pejabat eslon tertinggi,” ungkap dia.
Perihal tersebut, kata Eddi, sudah disampaikannya dan dikoreksinya dengan mengubah BAP diperiksa oleh penyidik KPK, yang akan disampaikan yang sebenarnya di Pledoi ini.
“Bahwa sebelum kejadian menimpa saya tanggal 15 Oktober 2021, saya diperintahkan atasan saya memenuhi mengatasi permintaan Sekda (Muba) sebesar Rp250 juta, namun saya realisasikan sebesar Rp200 juta,” jelas dia. (aha)