YOGYA, fornews.co-Diakui atau tidak di Indonesia melekat berbagai mitos yang masih dipercaya oleh masyarakat. Salah satunya di Jawa.
Di Yogyakarta, misalnya. Dahulu pernah tersiar kabar adanya orang meninggal dunia yang selalu berjumlah tujuh.
Tidak diketahui pasti adanya mitos tersebut. Tapi, sejumlah warga Notoprajan, Kelurahan Notoprajan, Kemantren Ngampilan, menduga mitos itu hanya sebuah kebetulan saja.
Baca: Sri Sultan Hamengku Buwono IX Dalam Empat Warna
Notoprajan dikenal sebagai tempat bersejarah dengan kiai-kiai sakti di masa awal Yogyakarta berdiri.
Kampung yang memiliki sebuah bangunan Jawa berarsitektur tinggi ini pernah menjadi tempat tinggal Pangeran Diponegoro hingga Perang Jawa pecah. Bangunan Jawa itu disebut Ndalem Notoprajan.
Sejumlah sumber menyebutkan Notoprajan berawal dari seorang tokoh berketurunan ningrat yang membangun Ndalem untuk tempat tinggal.
Ndalem adalah kediaman bagi sebagian keluarga karaton yang tinggal di luar beteng.
Notoprajan berasal dari kata noto dan praja. Noto yang berarti menata dan Praja yang berarti kota.
Sapari, salah seorang tokoh setempat menceritakan masa kecilnya. Ia sempat menyaksikan bagaimana tetangganya mengalami hal mistis.
“Dulu masih seram! Banyak tanah kosong dengan pohon-pohon besar. Sangat jarang orang keluar malam di kampung,” ungkapnya.
Seingat Sapari banyak pohon besar di luar beteng Ndalem Notoprajan. Kebanyakan pohon buah tapi terlihat menyeramkan. Siapapun yang melewatinya langsung merinding.
Tapi, para kiai sakti pernah bertempat tinggal di kampung Notoprajan. Bahkan, jauh sebelum kampung yang dikenal angker ini ada.
Ada dugaan sebelum padat penduduk ada “mahluk” lain terlebih dahulu menempati Notoprajan. Sedangkan orang-orang baru tanpa permisi dan sopan-santun asal bangun rumah.
Kata Sapari, mahluk-mahluk yang terlebih dahulu tinggal di Notoprajan itu murka sehingga muncul berbagai kejadian ganjil.
Meski kisah di Notoprajan masih menjadi buah bibir, Sapari, tidak lantas percaya. Ia hanya percaya ghaib itu ada. Hanya sebatas itu saja.
Dahulu, kata Sapari, para kiai sakti yang tinggal di Notoprajan kemudian mendirikan padepokan semacam pesantren yang memiliki santri.
Baca: Tiga Pendaki Cilik Pusaka Notoprajan
Beragam mitos di Notoprajan kemudian semakin terkikis setelah para ulama membuat majelis-majelis agama. Terlebih telah berdiri Madrasah Mu’allimaat. Apalagi Notoprajan adalah salah satu basis Muhammadiyah di Indonesia setelah Kauman.
“Berita lelayu tidak akan berhenti sebelum genap tujuh orang yang meninggal dunia sepanjang tujuh hari berturut-turut. Tapi, itu hanya mitos,” kata Sapari, Selasa (14/11/2023) malam.
Mantan Ketua RT/RW itu justru menolak adanya mitos tersebut. Namun, Sapari mengakui pernah ada lima orang meninggal dunia selama lima hari berturut-turut. Itu pun hanya terjadi sekali.
Kejadian itu di luar nalar. Sebab, hari pertama hingga hampir sepekan kurang dua hari masjid mengumumkan adanya lelayu warga setempat.
“Pernah,” selorohnya seraya menunjuk arah dengan jari. “Yang meninggal dunia dari ujung Utara sampai Selatan kampung.”
Kejadian lima hari berturut-turut itu tidak hanya membuat kaget warga Notoprajan. Kampung-kampung tetangga pun keheranan dengan hal aneh yang sangat jarang terjadi.
Sampai-sampai, sambung Sapari, kekurangan keranda jenazah dan meminjam ke kampung lain
“Dahulu sehabis ada pengider gentong masuk Notoprajan selalu ada yang meninggal dunia,” ujar Subianto, warga Notoprajan.
Pengider gerabah yang masuk melintas Notoprajan itu, kata Subi, anehnya hanya memikul satu gentong.
Apa yang diceritakan Subi itu tidak memang pernah tidak disadari warga setempat sebagai pertanda. Warga hanya menganggap hal biasa.
Baca: Pakualaman Akulturasi Budaya Surakarta dan Yogyakarta
Selama tinggal di Notoprajan sedari kecil Subi memang pernah ketemu dengan pengider gentong dan lelalyu tujuh jenazah.
“Tapi, itu semua hanya mitos,” ucapnya.
Adanya lelayu tujuh hari berturut-turut di Notoprajan akibat dari penghuni kasat mata yang marah.
Para penghuni kasat mata itu tidak terima adanya bangunan yang berdiri di atas tanah Notoprajan.
“Yang pasti mitos itu sekarang tidak ada,” tandas Sapari. (adam)
Copyright © Fornews.co 2023. All rights reserved.